Penempatan Pengulangan Tindak Pidana (Recidive) Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta Implementasinya Oleh Aparat Penegak Hukum
Abstract
Pengulangan tindak pidana atau recidive diatur dalam Pasal 486 KUHP. Walaupun Pasal 486 KUHP memberikan hukuman lebih berat kepada pelaku recidive, ternyata masih ada pengulangan tindak pidana. Seperti yang dilakukan oleh Tomin dimana tahun 2006 ditangkap melakukan pencurian kendaraan bermotor dijatuhi hukuman penjara selama 1 tahu. Beberapa tahun kemudian Tomin ditangkap lagi karena perbuatan yang sama dan dihukum penjara selama 2 tahun. Ada pula Supeno, tahun 2014 ditangkap melakukan penjualan narkotika, dan dijatuhi hukuman 2 tahun penjara. Selang 2 tahun kemudian, Supeno ditangkap melakukan perbuatan yang sama pada September 2018.
Permasalahan yang dikemukakan adalah: Apa yang mandasari pengaturan pengulangan tindak pidana atau recidive dalam KUHP dan bagaimanakah implementasi peraturan perundang-undangan tentang pengulangan tindak pidana (recidive) oleh aparat penegak hukum pada setiap tingkatan?
Tipe penelitian dalam tesis ini adalah tipe penelitian normative dan juga tipe penelitian empiris atau sosioliogis.
Pendekatan dalam tesis ini adalah pendekatan statue approach, conceptual approach dan case approach..
Dari hasil pembahasan dapat disimpulkan bahwa: yang mendasari pengaturan pengulangan tindak pidana (recidive) dalam KUHP, dikarenakan perbuatan yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia pada masa kolonial Belanda adalah perbuatan pidana umum. Hal ini berlanjut hingga masa pemerintahan Negara Republik Indonesia, dimana seseorang yang melakukan tindak pidana, masih berkisar pada perbuatan yang dilarang oleh KUHP, dan pembentuk KUHP sendiri belum terpikir tentang adanya perbuatan pidana yang diatur secara khusus di luar KUHP.
Bahwa implementasi ketentuan hukuman pengulangan tindak pidana atau recidive dapat berjalan efektif apabila aparat penegak hukum terutama penyidik dan Penuntut Umum bekerja sesuai dengan fakta yang ada serta mau melakukan upaya penelitian atau pelacakan terhadap catatan kriminal tersangka yang ditangananinya, serta tetap berpegang pada akhlak dan moral sebagai penyidik dan Penuntut Umum.